IDA I DEWA AGUNG ISTRI KANYA Part 6 – Perempuan Pejuang Melawan Kolonialisme Belanda di Klungkung
EPILOG
Dari uraian di atas penulisan aktor sejarah, Dewa Agung Istri Kanya, pejuang wanita dari Klungkung Bali, jelas dan dapat dipahami, Bukanlah besar atau kecilnya peranan yang menjadi ukuran, sebab ia adalah juga manusia. Ia ditampilkan dan dibahas dalam tulisan ini karena di situ telah tampak pergumulan dengan lingkungan diri dan dialognya dengan sejarah. Dengan mencoba mengerti dan memahami aspek-aspek tersebut dalam kehidupannya maka akan lebih mudah mendalami dinamika perjuangan wanita dalam konteks sejarah Indonesia. Apalagi hidup dan perjuangan Dewa Agung Istri Kanya tidak terpisah dari perjuangan wanita melawan dominasi kekuasaan kolonial Belanda pada abad ke-19.
Dewa Agung Istri Kanya telah berbuat. Mungkin salah atau benar, mungkin sebagai pembangkang dan pembrontak atau pemberani dan pahlawan? Akan tetapi, hal ini adalah masalah penilaian historis. Khas dan unik bentuk perjuangannya. Hal ini semakin jelas jika dibandingkan dengan bentuk perjuangan tokoh-tokoh wanita yang lain, dan semakin memberi makna jika yang merasakannya memberi arti demikian bagi hidup mereka.
Perjuangan dewa agung Istri Kanya tidak membawa akibat yang berbeda-beda bagi hidupnya, tetapi juga mendapatkan penilaian yang tidak sama dalam sejarah. Lebih tepat, oleh kesadaran sejarah dan kecenderungan sosial-politik dari masyarakat yang pernah menjadi kancah perjuangannya. Pada hal disitulah hidupnya dapat dipakai sebagai cermin sejarah Indonesia. Pola hidupnya adalah salah satu contoh dari mata rantai perjalanan sejarah. Visi serta penilaian yang diberikan kepadanya, baik oleh lembaga resmi, maupun oleh kesadaran sejarah yang sedang bertumbuh, adalah pantulan dari kecenderungan sosial-politik setelah kepergiannya. Pada penghadapan antara hidup Dewa Agung Istri Kanya yang meliputi perjuangan keberhasilan dan kegagalannya, dengan penilaian yang dilekatkan pada dirinya sebagian dari dinamika sejarah Indonesia dapat ditangkap.
Mungkin tidak banyak, dalam arti empiris, yang bisa diberikan Dewa Agung Istri Kanya. Betapa pun mengagumkan sikap dan pendiriannya, ia terlalu kecil untuk memberikan hasil yang banyak. Akan tetapi dalam setitik embun disiang hari itu ia menyentuh hal yang paling peka. Ia berfikir dan berbuat di luar harapan sosial dan kulturalnya. Perhatiannya, fikirannya, keyakinannya merintis masa depan yan tidak pernah lekang dan pudar. Sesungguhnya dengan begini dapat dikatakan ia telah menyandang arti simbolik, Dengan begini dapat dikatakan pula, ia menampakkan dua profil wanita yaitu ia yang bernama Dewa Agung Istri Muter, putri seorang Dewa Agung, raja penguasa tertinggi di kerajaan Klungkung, tetapi ia juga diberi gelar Dewa Agung Istri Kanya adalah seorang raja putri, seorang ratu yang pernah menjadi penguasa tertinggi di Kerajaan Klungkung (murdaning lan mutering jagat). Ia dapat dikatakan sarat nilai karena ia juga diplomat wanita di kalangan raja-raja Bali, ia dikatakan wanita besi tidak mau berdamai dengen pihak penguasa kolonial Belanda, dan ia juga wanita rakawi yang tercermin pada karya-karya sastra kidungnya. Profil yang dimiliki menjadi ciri perjuangannya dan menjadi simbol perjuangan wanita.
Ia berhasil dan gagal, ia disegani dan dibenci dalam sepak terjang perjuangannya. Akan tetapi ia adalah Dewa Agung Istri Kanya saja, betapa pun kemampuannya mempergunakan peluang-peluang yang tersedia dalam ekosistemnya terutama lingkungan sosial dan kulturalnya. Ia, lahirsebagai salah seorang wanita Bali, dalam masyarakat yang patrineal. Ia seorang wanita penyusun strategi perang, pemegang kekuasaan tertinggi kerajaan sekaligus sebagai wanita rakawi, didalam masyarakat Bali yang menjadikan agama Hindu sebagai dasar prinsip dari identitas kelom-pok. Pengagungan padanya hanya berarti pengagungan kepada masyarakat yang melahirkannya. Oleh karena itu, patut dan pantas jika Ida I Dewa Agung Istri kanya menyandang simbol nilai pahlawan nasional dari tokoh, wanita Bali seperti juga tokoh-tokoh wanita di daerah-daerah kerajaan lainnya di seluruh Nusantara pada abad ke-19. Abad ke-19 dalam Sejarah Indonesia yang berdasarkan visi Indonesia, lebih tepat dikatakan sebagai yang penuh gejolak dan dinamika intern dalam bentuk perang melawan
Kekuasaan kolonial Belanda, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil pada lapisan atas, atau gerakan sosial petani pada lapisan bawah masyarakat. Ciri-ciri yang demikian dapat dikatakan sebagai bukti terjadinya dinamika intern masyarakat yang terjajah dengan sifat-sifat yang reaktif dan selektip terhadap unsur-unsur asing yang datang dari luar.
Nilai kepahlawanan yang melekat pada sosok Dewa Agung Istri Kanya bukanlah ditentukan oleh kekalahan atasdirinya tetapi pada perjuangannya mempertahankan harkat dirinya. Penggalian dan penemian nilai moral dari peristiwa kekalahan melawan nasib adalah kecenderungan yang universal. Sebab dari peristiwa inilah harkat kemanusiaan yang sesungguhnya dapat dirumuskan. Pangeran Diponogoro kalah dalam Perang Diponogoro, Iman Bonjol kalah dalam Perang Padri, demikian pula Dewa Agung Istri Kanya kalah dalam Perang Kusamba. Justru pada kekalahan, hikmah ditemukan. Oleh karena itu, tepat dikatakan bahwa sejarah tidak selalu sesuatu yang diingat tetapi bisa pula sesuatu ditemukan. Dengan kata lain, peristiwanya diingat tetapi maknanya ditemukan, sesungguhnya benar dan aktual bunyi pepatah “manusia mati meninggalkan nama”.
Nama Dewa Agung Istri Kanya sebagai pejuang wanitameninggalkan ciri-ciri heroik dan berani membela kebenaran dan keadilan, pantang menyerah, percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bakti kepada leluhur, patriotik. Ciri-ciri yang ditinggalkan sangat bermakna bagi generasi sekarang, generasi yang ditinggalkan dan generasi sebagai aktor dalam perjuangan bangsa untuk penerus mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik, dkk,(Red)., 1979. Manusia dalan KemelutSejarah. Jakarta: LP3ES.
Agung, Ida Anak Agung Gde, 1989. Bali Pada Abad XIX.Yogyakarta. Gadjah Mada Unive Press.
Alfian, T. Ibrahim., 1987. Perang di Jalan Allah: PerangAsen,3
Anro,1964;”Contract Meet Klongkong ad. 6 December1.941iaan-Kerajaan BalBali/Lunbokbok Dengan Pemerintah HindiaBelanda 1a 1841841 s/d 1938,OC 3186.”CopeRelass Gedaendoor deu aralaijerARA,VOC 318
Bagoes Arida.
ARA, VOC 3186. “Copie Relaas door aralaijer Salamoedin.
Ardhana I Ketut., 1989. “Beberapa Catatan Tentang Penuli-dalam Widya Pustaka,Th.VI, No.4. Juli. Denpasar:Fak Sastra Unud.
Babad Buleleng (Manuskrip) Kolaksi Gedong Kirtya Singara-ja, No. Vc/2136.
Babad Catur Yuga. Koleksi Gedong Kirtya Singaraja.
Babad Dalem (Manuskrip), Koleksi Gedong Kirtya Singaraja.
Basset,A.K., 1964. “Britisch Trade and Policy in Indone-sia 1760-1772,BKJ,120.
Berg. C.C., 1827. De Middlegavasusche Historische Tradi-tie, Santpoort, C.A Mees.
Budiardjo, Miriam., 1984. Aneka Pemikiran Tentang Kuasadan Wibawa. Jakarta: Sinar Harapan.
Clousewitz,C. Von, 1962, Har, politics and Power. Indi-ana: Gateway.
Creese, Helen, 1991. “Sri Surawirya, Dews Agung of Klung-kung (c 1720-1730): The Historical Coutex forDating The Kakawin Parthayana”, dalam MajalahKITLU, Dell 147.
Eck, R.van., 1880. “Schetschen van het, Viland Bali”,dalam TNI,I.
Gagoeritan Darmasasana Koleksi Gedong Kirtya Singaraja.
Geertz,C.,1968. “Tthingan Sebuah Desa di Bali”, dalannsypxakat Dekini. Diakarta: Jajasan Penerbit FEVJ.
:1979. Negara : The Teatre state in nineteenthCentury Bali, Puisi keraton.
Herfkens,W.F.1802.ExpeditieNaarBali1846,1848,1849 Militaire Academie.
Holesbawn, E.J. 1971 Remintire Rebels. Mauckesler.
Ida Pedanda Gde Rai Geria, Babad Bali Radjiya, II. Klung-kung : Pustaka Murni.
Joyce Wiener, Margaret.,1990, “Visible and InvisibleDutch Couquest of Bali. “Aisertasi Ph.D. Chicago:Illinois.
Kaaden,W.F. van der., tth. Nota van toelichtingen Be-ffendeet ifbesturensschap Kloengkoeng.
Sejarah PerlayPerlawanan Techadap Kolonialisme Jakarta: PusjarahABRI.
(Penyunting), 1984 〖epemimpinan dalam DimensiSosial. Jakarta: LP3ES.
,1992 Pendekatan IImu Sosial delam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Kartodirdjo, A Sartono, 1984. Ratu Adil. Jakarta, SinarHarapan.
Koru, V.E., 1922. Balische Overeenkousten. S’gravenhage:Martijuus Nijhoff.
Pka NaniteKowani,1978, gejarah getongah Abd FIndonesia. Jakarta: Bslai Pustaka.
Lauts, Het eiland Bali eu de Balinezen Amsterdam.
Lekkerkerker, C..1923,, Het Voorspel der Vestiging van deNederlandsch Hacht of Bali en Lombok”,BKJ, 79.
Doriogenten Dieuste van den Jongen officer en het MilitairOnderwijs,II.
Manawa Dharma Castra, Nhj. Gde Pudja dkk, Jakarta: Lemba-ga Penterjemah Kitab Suci Weda,1973.
Do Expodition Naar Ball in 1846.1843en1868. Haarleur.
Padmodiharddo dan Resouidjodi (Penyalin),1878.Mitisas=
Paret,Peter, 1971,,”The History of War” dalam Daedalus,vo1. 100,No 2.
Koleksi Gedong Kirtya, Singaraja.No.11s/967/3
Roou, J.vau., 1916. “Eukele aautekkeniugen outreut Bali”,Nederlaudsch-Indie Over 1915. Batavia.
Schulte Noaholt,Henk., 1880. The Lange Conection. Am-sterdam.
Sidemen,Ida Bagus, dkk., 1983. Sejarah Klungkung: DariKlungkung.
Sudjana,I Made, 1981 Puputan: Perlawanan Rerajaanbitkan. Yogyakarta; Fakultas Sastra dan KebudayaanUGM.
Wanita diIndonesia. Jakarta: Rajawali.
Nilai Pralambang Bhasa Wewatekan Karya Dewa. agungIstri Kanya”,Laporan Penelitian belum diterbitkan.Denpasar: Proyek penelitian dan Pengkajian Kebu-dayaan Bali.
Waanders, van Bloemen, 1870. “Daggverhaal eene Reis overriftNederlandsch-Judie, II.
Weede, H.U. Van., 1908. Indische Reisherinmeringen Haar-len.
Wietze, A.W.F., 1959, De Derde Militaire Expeditia naarBali in 1949: Grouningen.
Wikarni, Ni Ketut., 1984.”Kerajaan Klungkung di bawahRatu Dewa Agung Istri Kanya”, Skripsi Sarjana S1.Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.